Peran Metode Kontrasepsi Jangka Panjang dalam Upaya Menurunkan Angka Prevalensi Stunting

06 Januari 2023 12:56:30 Admin : Sekretariat Daerah
Editor : Sekretariat Daerah



ISTIMEWA
Ketua TP PKK Kabupaten Tapin, Hj Ratna Ellyani Arifin Arpan, SIP. 

* Oleh: Ketua TP PKK Kabupaten Tapin, Hj Ratna Ellyani Arifin Arpan, SIP 

RANTAU - Pertumbuhan penduduk bagi suatu negara dapat mempengaruhi perkembangan bangsa.

Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia tergolong cukup tinggi. Selama tahun 1961-2020, pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi antara tahun 1971-1980.

Rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun pada periode tersebut sekitar 2,4 persen.

Jika dilihat dari hasil Sensus Penduduk tahun 2020 yang dilakukan oleh BPS, hingga September 2020 jumlah penduduk Indonesia mencapai 270,2 juta jiwa.

Dilihat dari segi jumlah, penduduk Indonesia terus meningkat secara signifikan. Jika dilihat dari 1961 jumlah penduduk di Indonesia meningkat tiga kali lipat.

Jumlah penduduk yang banyak di satu sisi dapat menjadi modal pembangunan, tapi di sisi yang lain akan menjadi beban apabila tidak disertai dengan kualitas yang baik.

Kualitas penduduk berkaitan dengan kemampuan sumber daya manusia, baik fisik maupun nonfisik (kecerdasan, mental dan spiritual).

Data empiris menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang tinggi tanpa diimbangi dengan kualitas sumber daya manusia yang baik akan menghasilkan output perekonomian yang rendah.

Pertumbuhan penduduk yang tidak dikelola dengan baik, akan dapat menimbulkan berbagai permasalahan di bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2020 terdapat lonjakan penduduk usia produktif (15-64 tahun) yang diprediksi hingga tahun 2035 akan mencapai lebih dari 70 persen atau lebih.

Hal ini dikenal dengan bonus demografi, yaitu kondisi dimana jumlah penduduk usia produktif (penduduk usia kerja) lebih besar dibandingkan usia nonproduktif.

Indonesia diperkirakan akan mengalaminya pada periode tahun 2020-2030.

Sayangnya, dalam Sensus Penduduk 2020 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia yang banyak ini masih diiringi dengan angka stunting yang cukup tinggi, yaitu sebesar 27 persen.

Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang yang di tandai dengan panjang atau tinggi badan yang berada di bawah standar.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan pada 2018 menemukan 30,8 persen anak di Indonesia mengalami stunting, walaupun Prevalensi Stunting menurun dari angka 37,2 persen pada tahun 2013.

Prevalensi stunting balita pada 2021 sebesar 24,4 persen. Dengan rata-rata penurunan prevalensi per tahun 0,8 persen (2016-2021).

Prevalensi stunting balita tahun 2021 yang masih tinggi, menjadikan pencapaian target stunting 2024 memerlukan upaya yang lebih keras dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Penurunan stunting pada balita menjadi agenda prioritas pemerintah dalam RPJMN 2020-2024 dan pemerintah menargetkan prevalensi stunting balita pada tahun 2024 sebesar 14 persen.

Meningkatnya angka stunting saat ini tidak bisa dilepaskan dari kondisi pandemi Covid-19 dimana semakin banyak keluarga yang jatuh miskin dan keluarga yang sudah miskin semakin bertambah miskin.

Pada tahun 2021 sekitar 2 juta anak menderita stunting, yang di akibatkan karena kurangnya pemenuhan gizi bagi anak-anak dikarenakan orangtua kesulitan mencari kerja dan makanan di masa pandemi.

Mereka kesulitan untuk memenuhi keperluan pangan keluarga atau tidak mengikuti anjuran makanan bergizi untuk keluarga karena adanya keterbatasan terkait akses,ketersediaan dan keterjangkauan bahan makanan sehat.

Menurut laporan kinerja Kementerian Kesehatan tahun 2020, disparitas status kesehatan anak masih banyak dijumpai di Indonesia.

Saat ini, pemerintah melalui Perpres Nomor 72 Tahun 2021 terus berupaya agar ke depannya masalah stunting di Indonesia akan dapat dicegah dan ditanggulangi.

Survei daring menunjukkan bahwa kebutuhan pangan semakin tidak aman, 36 persen dari responden menyatakan bahwa mereka “sering kali” mengurangi porsi makan karena masalah keuangan.

Risiko kematian pada anak stunting hampir 12 kali lipat lebih tinggi daripada risiko kematian pada anak dengan gizi baik.

Anak-anak yang pulih dari gizi buruk mungkin akan terus mengalami masalah perkembangan dan pertumbuhan selama hidupnya.

Keterbatasan ekonomi membuat masyarakat tidak sanggup memenuhi kebutuhan gizi yang seimbang.


Kerja keras untuk memperoleh penghasilan yang layak pun berujung pada pola asuh yang salah yang bisa berkontribusi pada stunting.

Dengan munculnya berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk yang sangat pesat yang terjadi di negara Indonesia, sejak tahun 1960 Pemerintah Indonesia mengambil suatu kebijakan.

Khususnya, kebijakan mengenai kependudukan melalui program Keluarga Berencana (KB).

Keluarga Berencana bertujuan untuk membantu keluarga kecil bahagia.

Caranya, dengan mengatur kelahiran anak, menjaga jarak dan usia ideal melahirkan melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai keperluan untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.

Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah perlu mengintervensi dalam mengatur kelahiran, tetapi tidak mengurangi hak seseorang sesuai.

Dengan tujuan, Program KB secara umum membentuk keluarga kecil, sesuai kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan kelahiran anak.

Agar, diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

Program KB juga secara khusus dirancang demi menciptakan kemajuan, kestabilan dan kesejahteraan ekonomi, sosial, serta spiritual setiap penduduknya.

Wujud dari program Keluarga Berencana adalah pemakaian alat kontrasepsi untuk menunda serta mencegah kehamilan.

Berikut, jenis alat kontrasepsi yang paling sering digunakan:
1. Kondom
2. Pil KB
3. IUD (Alat Kontrasepsi dalam Rahim)
4. Suntik
5. KB implan/susuk (Alat Kontrasepsi Bawah Kulit)
6. Vasektomi (MOP) diperuntukkan untuk pria (KB permanen)
7. Tubektomi (MOW) diperuntukkan untuk wanita (KB permanen)

Sejak dini, beberapa ulama terkemuka telah mengemukakan pendapatnya secara umum tentang batasan alat-alat kontrasepsi yang dibolehkan dan yang tidak dibolehkan.

Antara lain yang dikemukakan oleh Syaed Abi Bakr dalam kitab I’anatut Talibin yang telah memberi patokan secara umum tentang penggunaan berbagai alat atau cara kontrasepsi yang dibenarkan dan yang tidak dapat dibenarkan.

Pandangan yang disampaikan, yaitu “Diharamkan menggunakan suatu alat yang dapat memutuskan kehamilan dari sumbernya. Hal ini telah disarih oleh kebanyakan ulama,”

Pandangan lainnya, “Adapun suatu (alat) yang dapat menahan kehamilan untuk suatu masa tertentu, tanpa memutus kehamilan dari sumbernya, hal itu tidaklah dilarang.”.

Dari dua pandangan tersebut, bila kita kompromikan, maka dapat ditarik kesimpulan, penggunaan alat kontrasepsi apapun, asal tidak menyebabkan terhentinya kehamilan secara abadi dari sumber pokoknya (saluran/pembuluh testis bagi pria, dan pembuluh ovorium bagi wanita) hal tersebut tidak dilarang.

Seperti diketahui bahwa stunting terjadi bukan hanya karena kekurangan gizi pada anak, namun juga terbatasnya pemahaman tentang pengasuhan yang dilakukan sejak saat anak berada dalam kandungan.

Sayangnya, masih banyak kehamilan berisiko (usia ibu terlalu muda, jarak usia anak terlalu rapat, ibu dengan jumlah anak terlalu banyak, usia ibu terlalu senja) yang dialami oleh pasangan usia subur yang membahayakan baik bagi si ibu, maupun bagi si anak.

Hal inilah yang diusahakan melalui program KB untuk mengatur serta mendampingi pasangan usia subur.

Keluarga Berencana bertujuan untuk mengatur kehamilan pasangan usia subur, di antaranya mencegah usía kehamilan yang terlalu dini.

Serta, jarak kehamilan yang terlalu dekat, sehingga berperan dalam meningkatkan kesehatan ibu dan memastikan ketercukupan gizi anak.

Keluarga Berencana melakukan intervensi spesifik seperti mempersiapkan calon ibu semenjak remaja, termasuk menghindari pernikahan terlalu dini.Program KB sendiri difokuskan pada kesehatan reproduksi perempuan.

Seorang ibu disarankan untuk merencanakan dan mengatur jarak kehamilannya dengan baik.

Dengan begitu, anak yang dikandung dan dilahirkan pun sehat dan kecil risiko menderita stunting.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada salahnya jika para pasamngan usia subur mengikuti program Keluarga Berencana untuk menghindari stunting akibat kehamilan berisiko.

Karena, dengan menjadi peserta KB atau akseptor, juga bagian dari menghasilkan anak-anak Indonesia yang berkualitas dan bebas stunting.

Lantas, apa kaitannya KB dengan stunting? Menurut Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (PP IBI), Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes., faktor tingginya stunting adalah karena jarak antar kehamilan yang terlalu dekat.

Adapun Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan, jarak antar kehamilan yang ideal adalah 2-3 tahun.

Jika kurang dari 2 tahun, maka bisa berdampak buruk bagi kesehatan ibu dan anak.

Salah satu dampak secara nutrisi pada jarak kehamilan yang dekat adalah kesempatan untuk memberikan ASI eksklusif pada anak menjadi rendah.

Padahal, memberikan ASI eksklusif menjadi langkah awal dalam menyelamatkan anak dari risiko terjadinya stunting.

Tak hanya itu, bayi yang mendapatkan ASI eksklusif memiliki imun tubuh yang lebih kuat.

Begitu pentingnya merencanakan kehamilan demi terhindar dari segala risiko akibat jarak kehamilan yang terlalu dekat.

Sedangkan KB bertujuan untuk mengatur kehamilan pasangan usia subur, termasuk di antaranya adalah mengatur jarak kehamilan.

Intervensi yang dilakukan KB dalam merencanakan kehamilan adalah dengan menggunakan kontrasepsi.

Adapun metode kontrasepsi yang efektif mencegah kehamilan adalah kontrasepsi modern dengan jenis yang beragam, mulai dari kondom, pil, suntik, IUD, sampai implan.

Penggunaan MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang) merupakan salah satu pilihan yang terbaik bagi ibu pasca melahirkan karena masa efektif dari kontrasepsi tersebut lebih lama.

Beberapa MKJP yang sering digunakan masyarakat Indonesia adalah IUD dan Implan.

IUD efektif untuk menjarangkan kehamilan dan mempunyai efek samping yang lebih rendah dibandingkan dengan metode hormonal.

IUDmerupakan metode kontrasepsi jangkapanjang yang paling banyak digunakan dalamProgram KB di Indonesia.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat keuntungan dari penggunaan kontrasepsi IUD.

Antara lain, efektifitasnya tinggi sekitar 0,6 sampai 0,8 kehamilan per 100 perempuan, kegagalan dalam 125 sampai 170 kehamilan, segera efektif saat terpasang di rahim, tidak memerlukan kunjungan ulang.

Selain itu, tidak mempengaruhi hubungan seksual, tidak memiliki efek samping hormonal, tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI.

Kemudian, dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus dengan catatan tidak terjadi infeksi.

Serta, membantu mencegah kehamilan ektopik; tidak ada interaksi dengan obat-obatan; dapat digunakan hingga menopause.

Implant adalah kontrasepsi yang mengandung levonogestrel (LNG) yang dibungkus dalam kapsul silastic silicon (polydimethylsiloxane) dan dipasang di bawah kulit.

Cara kerja Implant sangat efektif dengan kegagalan 0,2-1 kehamilan per 100 perempuan dengan lama efektifitas 3 tahun.

Keuntungan Implant, yakni memiliki daya guna tinggi, dipasang selama lima tahun, kontrol medis ringan dapat dilayani di daerah pedesaan, penyulit medis tidak terlau tinggi dan biaya murah.

Dengan mengatur jarak kehamilan, maka para pasangan usia subur telah memberikan kesempatan bagi tubuh ibu untuk memulihkan diri pasca melahirkan.

Juga, menyediakan waktu untuk tubuh ibu kembali sehat, sambil memastikan kecukupan gizi anak. Terutama,  dalam pemberian ASI secara eksklusif dan dapat secara maksimal memberikan pola asuh terbaik untuk anak.

Ini mengapa ber-KB menjadi satu bentuk kontribusi pasangan suami-istri dalam menghasilkan generasi penerus Indonesia yang berkualitas dan membantu pemerintah dalam menurunkan angka prevalensi stunting di Indonesia.